Salah satu hal menarik yang diungkapkan dalam buku Psikologi Terapan yang ditulis oleh Djamaludin Ancok (dosen Fakultas Psikologi UGM) adalah mengenai budaya jam karet di Indonesia. Jam karet diidentifikasikan sebagai perilaku seseorang yang terlambat ketika menghadiri suatu kegiatan yang telah ditentukan waktunya.
ISTILAH GAULNYA NGARET
Jam karet sangat merugikan banyak orang, terutama dalam hal efisiensi waktu. Seluruh kegiatan yang telah dijadwalkan akan kacau, karena akan terjadi overlay alias tumpang tindih Belum lagi, jam karet juga dapat menimbulkan stres, terutama bagi orang-orang yang memiliki tipe kepribadian Tipe A. Tipe kepribadian Tipe A diidentifikasikan sebagai individu yang sangat menghargai waktu, ingin berbuat banyak dalam waktu singkat, dan selalu tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas. Individu dengan tipe kepribadian ini juga sangat rentan dengan serangan jantung, hal ini dikaitkan antara kecemasan dengan sistem peredaran darah maupun kardiovaskular.
PETANI = NGARET ?
Dalam buku ini juga di jelaskan penyebab-penyebab seseorang ngaret dalam melakukan pekerjaan. Namun hal yang membuat aku cukup tergelitik adalah ternyata budaya masyarakat agraris mempengaruhi kedisiplinan masyarakat Indonesia terhadap waktu. Seperti yang dijelaskan dalam buku ini, bahwa masyarakat agraris sangat bergantung pada bidang pertanian dalam menopang kehidupan ekonomi (salah satu aspek paling vital saat ini). Petani merupakan salah satu profesi yang ada dalam masyarakat agraris. Pekerjaan sebagai petani tidak terlalu menuntut ketepatan waktu. Petani bisa saja pergi ke sawah saat sore, pagi atau pun siang. Ketika memanen petani pun tidak terlau terpaku pada tanggal, dan hari tertentu. Misalnya: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa musim kemarau akan dimulai pada pertengahan bulan April hingga Oktober. Namun petani bisa saja memanen pada bulan Mei ataupun Agustus, tergantung kondisi tanaman yang ia budidayakan. Hal ini berbeda dengan para petani yang berada di negara 4 musim. Musim tanam yang begitu singkat mengharuskan petani untuk melakukan pekerjaan secara cepat agar mendapatkan hasil yang optimal.
Nah kalau dipikir-pikir kayaknya iya juga sih,,tetapi masalahnya, jumlah petani semakin sedikit kok justru budaya ngaret makin membludak? Ck ck ck
Tidak ada komentar:
Posting Komentar